Remaja adalah golongan yang cukup banyak terdapat dalam susunan penduduk Indonesia dimana dari 200 juta penduduk, sekitar 20 % adalah golongan yang berusia 10 - 14 tahun. Kelak mereka akan menjadi orang tua dan mempunyai anak
Remaja pun mempunyai kedudukan yang unik karena dalam ilmu kedokteran digolongkan dalam usia peralihan ( pubertas) dan masa anak-anak ke masa dewasa. Peralihan yang terjadi bukan saja fisik dan mental, tetapi juga terjadi perubahan secara berangsur-angsur pada sistim reproduksinya menjadi matang dan berfungsi seperti orang dewasa. Setiap perubahan bagaimana pun juga akan menyebabkan timbulriya goncangan bagi individu yang mengalami.
Kesehatan reproduksi secara singkat dapat digambarkan sebagai suatu keadaan dimana fisik mental dan sosial dinyatakan sehat supaya dapat menjalankan fungsi reproduksi. Hal ini berarti mencakup
1. Kemampuan ber-reproduksi
2. Berhasil mempunyai anak yang sehat, dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa
3. Aman menjalankan proses reproduksi termasuk melakukan hubungan seks, hamil, melahirkan, memilih jumlah anak dan menetapkan pemakaian KB.
Dan yang terpenting disini adalah hak laki-laki atau perempuan untuk mendapatkan informasi dun pelayanan serta menentukan keinginannya dalam kehidupan reproduksi.
Seperti yang telah disebut di atas, usia remaja berdasar antara 12 - 24 th (12 - 21 th) Pada awal usia remaja teqadi perkembangan dan pemasangan alat dan fungsi reproduksi secara berangsur-angsur sampai mereka memasuki usia dewasa muda. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan fisik seperti tubuh menjadi lebih tinggi dan otot tubuh menjadi lebih membesar, timbulnya jerawat wajah, tumbuh bulu diketiak dan kemaluan, tumbuhnya payudara, tejadi perubahan suara dan tumbuh kumis pada remaja pria. Dan yang terpenting adalah datangnya haid pada remaja putri dan hadirnya mimpi basah pada remaja putra, sebagai tanda bahwa organ reproduksinya mulai berfungsi. Perubahan ini kadang-kadang menimbulkan rasa cemas, takut, malu, merasa dirinya menjadi lain dan remaja pun bingung, karena mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dan tidak mendapat informasi yang memadai.
Selain itu terjadi pula perubahan minat dan perilaku pada remaja seperti:
• Mereka mulai memperhatikan penampilannya
• Mulai tertarik pada lawan jenisnya
• Melakukan usaha untuk menarik perhatian lawan jenis, bertingkah laku lebih genit.
Dikota besar, gejala-gejala seperti ini dapat kita lihat dengan banyak-nya remaja yang mangkal dan "ngeceng" di pusat-pusat perbelanjaan atau mall, tempat-tempat pertunjukan, atau kalau remaja tinggal di pinggiran kota atau desa, terlihat gerombolan remaja yang memadati tontonan layar tancap, pertunjukan dangdut di perayaan-perayaan. Mereka terlihat berdandan habis-habisan memakai pakaian yang sedang "ngetrend" dan terutama perilaku remaja banyak diarahkan untuk menarik perhatian.
Salahkah sepenuhnya remaja melakukan hal tersebut?, sulit bagi kita untuk menghakimi mereka, semata-mata dari tingkahnya yang genit, bebas dan kadang berlebihan. Seiring dengan matangnya alat reproduksi, maka pada tubuh remaja juga teqadi peningkatan hormon seks (estrogen, progestron, ondmgen, antosteron) yang mempunyai libido (dorongan/gairah seks).
Libido ini adalah karunia Tuhan, untuk menimbulkan keinginan yang berhubungan dengan aktivftas seks yang diperlukan dalam reproduksi manusia. Rasa ingin tahu, sulitnya meredam dan mengendalikan dorongan seks ditambah tidak adanya pengetahuan dan informasi yang memadai mengenai kesehatan reproduksi, dapat menyebabkan remaja terjerumus pada kesulitan "besar”.
Seperti yang disebut di atas bahwa hak untuk mendapatkan informasi dan pelayanan reproduksi adalah hak setiap orang. Sementara pada orang dewasa saja agaknya sulit diriapat karena sifat 'tabu' membicarakan masalah seks. Apalagi pada remaja, dimana seharusnya mereka lebih baik mendapat informasi dari orang tua. Tetapi karena sebagian orang tua adalah produk diriikan generasi lama yang merasa tidak pantas, malu dan mengelak untuk membicarakan seks dengan anaknya. Bahkan mereka sendiri sebenarnya tidak mempunyai pengetahuan kesehatan reproduksi yang lebih dibanding anaknya, walaupun orang tua adalah pelaku seks yang aktif.
Memang sudah ada beberapa LSM dan pusat pelayanan remaja yang menyediakan pelayanan reproduksi dalam bentuk ceramah, konsultasi melalui telpon/surat dan ada beberapa buku saku yang pernah diterbitkan, tetapi belum banyak, menjangkau masyarakat remaja dan belum dimasyarakatkan secara maksimal. Sementara banyak pihak termasuk remaja, orang tua, guru, pendiriik pemuka agama dan tokoh, masyarakat yang merasa takut apabila informasi dan pendiriikan seks diberikan kepada remaja akan disalah gunakan oleh remaja. Maka remaja pun lebih senang bertanya pada teman sebaya yang tidak lebih baik pengetahuannya atau melihat dari film di TV , bioskop dan membaca dari buku, majalah yang lebih banyak menyajikan seks secara vulgar ketimbang pengetahuan pendiriikan seks yang benar.
Beberapa contoh "masalah" kesehatan reproduksi remaja yang sedng muncul pada saat seminar/ceramah
1. Masturbasi
Dari ceramah yang diadakan, selalu timbul pertanyaan mengenai masturbasi Amankah? berdosakah? bisa menyebabkan kemandulan? bisakah menghilangkan keperawanan?. Pertanyaan tersebut mungkin dapat mencerminkan adanya hasrat seks yang timbul pada remaja.
2. Jerawat dan bau bodan
Bisa jadi hal ini adalah sepele bagi orang dewasa, tetapi bagi remaja yang mengalami merupakan malapetaka, dapat menghilangkan percaya diri, menyebabkan rasa rendah diri dalam pergaulan. Padahal jerawat adalah keadaan normal pada saat puber yang akan hilang sendiri setelah menginjak masa dewasa. Bau badan dapat terjadi karena kelenjar keringat mulai aktif saat puber dan dapat diatasi dengan menjaga kebersihan diri. Dokter pun sering tidak menolong dengan memberikan penjelasan pada remaja, cukup memeriksa dan memberi resep.
3. Keputihan pada remja putri
Sebagian besar remaja putd mengalami keputihan, keluarnya cairan bedebih dari vagina. Walaupun keputihan bisa terjadi secara fisiologis dan normal, tetapi bisa juga disebabkan karena jamur atau kuman. Keadaan ini membuat remaja putri merasa tidak nyaman dan umumnya mereka enggan berkonsultasi dengan dokter kerena harus membicarakan dan diperiksa alat kelaminnya.
4. Keperawanan
Ternyata baik di kota besar dan kecil, topik ini banyak dipertanyakan baik oleh remaja putra maupun putri; karena walaupun zaman sudah maju, sebagian orang menganggap bahwa virgin/perawan adalah tanda pada seorang perempuan baik-baik Remaja putri sering takut bila keperawanannya dapat hilang akibat olah raga, terjatuh, terobek oleh jarinya sendiri, saat membersihkan daerah vagina ketika buang air kecil, buang air besar. Remaja putra pun sering mempertanyakan tanda fisik yang dapat dilihat dari seorang perempuan apakah dia masih perawan atau tidak Mengapa masalah keperawanan masih saja dipertanyakan dan mengapa keperjakaan tidak menjadi isu moral.
Beberapa hal yang harus menjadi perhatian utama bagi remaja dalam kaitan dengan kesehatan reproduksi:
1. Penundaan Usia Nikah
Karena harus menyelesaikan sekolah dan meniti kalir, maka banyak remaja yang harus menunda usia nikah. Sementara pematangan organ reproduksi dan gairah/libido semakin mendesak Perlu ada jalan keluar untuk mengatasinya.
2. lnformasi seks yang aman.
Banyak penelitian yang mengungkapkan remaja sudah melakukan hubungan seks di beberapa tempat dengan pacarnya atau berganti-ganti pasangan. Apabila hubungan seks sudah menjadi kebutuhan biologisnya, apakah bisa kita menyuruh begitu saja menghentikan? Ada baiknya bila terdapat informasi yang baik dan lengkap untuk remaja yang 'sudah terlanjur agar mereka dapat melakukan hubungan seks yang aman sehingga dapat terhindar dari PMS/AIDS dan kehamilan yang tidak diinginkan.
3. Pernikahan pada usia muda.
Hal ini dapat terjadi pasangan remaja yang mengalami "kecelakaan". Bagaimana dengan masa depan mereka yang harus putus sekolah, bagaimana dengan proses kehamilan dan persalinan pada remaja putri yang beresiko tinggi, dan dimana pasangan muda bisa memperoleh kontrasepsi supaya tidak terlanjur punya bayi berikut?
Pada keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi, anak gadisnya adalah tambang emas untuk mengentaskan kemiskinan keluarga. Bahkan sebelum alat reproduksiriya matang, remaja putri sudah dikawinkan dengan laki-laki yang lebih tua, lebih matang, dan jam terbang pengalaman seks nya sudah banyak, dengan demikian potensi untuk tertular PMS lebih besar dan juga karena semaidn muda la memulai hubungan seks dan berpotensi melahirkan anak banyak dalam keadaan gizi kurang, remaja putri juga beresiko untuk mendapat penyakit kanker leher rahim.
4. Remaja yang menjual dirinya untuk kebutuhan hidup atau kesenangan semata.
Tingginya angka standar aborsi dikalangan remaja, sering dikaitkan dengan pola hidupnya yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan, keinginan untuk hidup mewah, mencoba bertualang dalam cinta, ajakan teman sering membuat remaja tidak mampu mempertahankan norma-norma yang sudah diajarkan oleh agama, orang tua dan sekolah. Gemerlap kehidupan sering menggoda pada remaja untuk lebih mudah melakukan hubungan seks dengan siapa saja.
Dari pembahasan di atas kita dapati bahwa ternyata tidak mudah untuk mempersiapkan remaja memasuki tahap reproduksi sehat kaitan antara remaja, orang tua, guru, tokoh masyarakat tokoh agama, pihak pemerhati dan tenaga kesehatan harus lebih terbuka dalam hal pembedan informasi dan pelajaran kesehatan reproduksi.
Seks bebas, sudah menjadi hal ‘biasa’ di kalangan pelajar apalagi mahasiswa. Baik atas dasar cinta ataupun motif ekonomi. Mengenai hal ini, dalam beberapa kesempatan saya sering ngobrol dengan teman atau warga terutama yang dekat dengan fenomena ini, terutamanya lagi yang terjadi di kalangan pelajar (siswa SMA dan setingkatnya).
Menurut penuturan beberapa kawan, ada beberapa siswa yang di DO (drop out) atau dikeluarkan dari sekolahnya karena hamil diluar nikah atau ada juga yang bahkan terbukti melacurkan diri ke om-om atau lelaki hidung belang.
Mari kita luruskan dulu sejenak, di tulisan curahan dari Pojok Redaksi ini saya tidak akan membahas mengenai tarif dan bagaimana perilaku seks dikalangan remaja ataupun pelajar. Namun, disini saya secara pribadi ingin sedikit mengkritisi tentang nasib mereka (para pelajar) yang sudah ketahuan.
Ya, rata-rata ketika pelajar ketahuan berbuat asusila baik itu terbukti hamil di luar nikah, terbukti melakukan seks diluar nikah melalui foto atau video amatir, atau bahkan beberapa ada yang dijebak oleh gurunya sendiri sehingga mengakui perbuatannya- (si guru pura-pura menjadi pelanggannya) dll. Maka, tindakan ‘umum’ yang selama ini dilakukan khususnya oleh pihak sekolah adalah menghukum siswi atau siswa yang bersangkutan dengan mengeluarkannya atau men D.O nya dari sekolah. Melanggar aturan sekolah dan mencemarkan nama baik sekolah, kira-kira seperti itu alasannya.
Pertanyaan yang kemudian saya ajukan adalah : “Bagaimana ya nasib sang siswa/siswi itu setelah dikeluarkan dari sekolah?? Apakah dengan mengeluarkan si siswa/i itu adalah sebuah solusi untuk masa depan yang bersangkutan?”
Dalam kacamata kepentingan pihak sekolah, mungkin itu sebuah solusi. Setidaknya dengan mengeluarkan siswa ybs, sekolah dinilai tegas dan tidak mentolerir siswanya yang berbuat demikian dan ini sacara tidak langsung menjadi peringatan bagi siswa-siswi lainnya. Namun, bagaimana jika memakai kacamata pendidikan dan pengajaran? Apakah masa depan siswa ybs akan menjadi lebih baik pasca dikeluarkan?
Beberapa hasil diskusi saya dengan teman-teman di lapangan justru memandang sebaliknya. Pasca dikeluarkan dari sekolah atau disisihkan dari lingkungan pendidikan, ditambah dengan hukuman yang tentunya datang juga dari keluarganya, yang bersangkutan cenderung akan lebih liar. Umumnya, disinilah ‘peluang’ dia untuk lebih tidak terkontrol dan sangat memungkinkan untuk menjadi ‘pelacur’ dan sejenisnya.
Bahasa merekanya : “Ya, sekolah gak diterima lagi, dikeluarga sudah dianggap sampah.. ngapain lagi, selain akhirnya gue nyari duit aja.. tanggunglah…” demikian kira-kira pembelaanya.
Pada titik ‘tanggung’ itulah yang seharusnya menjadi pertimbangan, kajian dan bahasan yang harus disikapi lebih lanjut khususnya bagi institusi pendidikan bernama sekolah. Bahwa, mengeluarkan siswa dari sekolah dalam kasus seperti diatas adalah bukan sebuah solusi yang tepat, tapi hanya penyikapan yang dinilai reaksioner dan sepihak. Seharusnya, baik pihak sekolah dan keluarga juga masyarakat memandang jauh kedepan akan effek jangka panjangnya terutama bagi siswa ybs.
Sederhananya, menurut saya mereka yang terbukti atau ketahuan melakukan penyimpangan seks haruslah tetap diterima di sekolah atau kampus, diperlakukan seperti siswa lainnya, yang berbeda secara khusus yang bersangkutan lebih mendapatkan pembinaan dalam bidang tertentu, misalnya mata pelajaran moral ataupun keagamaan. Selain itu, secara umum ini masalah ini sudah seharusnya menjadi evaluasi bersama antara pihak sekolah dan keluarga siswi/a yang bersangkutan : apakah ada sistem, mekanisme atau komunikasi yang salah selama ini dan sebagainya.
Artinya, dari sini kita memahami jika sekolah bukanlah tempat kerja, dimana aturan layaknya kontrak yang kaku dan cenderung sepihak, tapi sekolah adalah tempat dilangsungkannya pendidikan dan tentunya juga pengajaran dengan proyeksi jangka panjang, bukan hanya menyangkut angka (nilai raport) tapi juga moral tentunya. Adalah tanggungjawab moral pihak sekolah juga untuk menyelamatkan masa depan siswanya yang berperilaku (seks) menyimpang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar