Rabu, 16 Juni 2010

PRILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA

DAMPAK PERILAKU SEKS BEBAS PADA KESEHATAN REMAJA

Remaja memang sosok yang sangat menarik untuk

diperbincangkan. Masa pencarian jati diri yang mendorongnya mempunyai rasa keingintahuan yang

tinggi, ingin tampil menonjol, dan diakui keberadaannya. Namun disisi lain remaja mengalami ketidakstabilan emosi

sehingga mudah dipengaruhi teman dan mengutamakan solidaritas kelompok. Diusia remaja, akibat pengaruh hormonal,

juga mengalami perubahan fisik yang cepat dan mendadak. Perubahan ini ditunjukkan dari perkembangan organ

seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genetalia sekunder. Hal ini menjadikan remaja sangat

dekat dengan permasalahan seputar seksual. Namun terbatasnya bekal yang dimiliki menjadikan remaja memang masih

memerlukan perhatian dan pengarahan. Kekurang pekaan orang tua dan tenaga pendidik terhadap kondisi remaja menyebabkan

remaja sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Ditambah lagi keengganan dan kecanggungan remaja untuk bertanya

pada orang yang tepat semakin menguatkan alasan kenapa remaja sering bersikap tidak tepat terhadap organ

reproduksinya. Data menunjukkan dari remaja usia 12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35%

dari film porno, dan hanya 5% dari orang tua.

Remaja dalam perkembangannya memerlukan sebuah lingkungan adaptip yang menciptakan kondisi

yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Ada kesan pada remaja,

seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan.

Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation).Terlebih lagi ketika remaja

tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja.

Dampak pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk

aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual (PMS). Beberapa penelitian menunjukkan, remaja

putra maupun putri pernah berhubungan seksual. Di antara mereka yang kemudian hamil pranikah mengaku taat

beribadah. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat

beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan

induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof. Wimpie, induksi haid adalah nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan,

kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,”

kata Guru Besar FK Universitas Udayana, Bali ini. Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP,

10,53 persen pernah melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86 persen pernah

berhubungan seksual. Dari aspek medis, menurut Dr. Budi Martino L., SPOG, seks bebas memiliki banyak konsekwensi

misalnya, penyakit menular seksual,(PMS), selain juga infeksi, infertilitas dan kanker. Tidak heranlah makin banyak

kasus kehamilan pranikah, pengguguran kandungan, dan penyakit kelamin maupun penyakit menular seksual di

kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS). Di Denpasar sendiri, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana, per November 2007, 441 wanita dari 4.041 orang dengan HIV/AIDS. Dari 441 wanita penderita HIV/AIDS ini

terdiri dari pemakai narkoba suntik 33 orang, 120 pekerja seksual, 228 orang dari keluarga baik. Karena keadaan wanita

penderita HIV/AIDS mengalami penurunan sistem kekebelan tubuh menyebabkan 20 kasus HIV/AIDS menyerang anak

dan bayi yang dilahirkannya.Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya

problem sosial yang dialaminya. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang

tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh

kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan 90 %

terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.Dampak Seks Bebas terhadap Kesehatan Fisik dan Psikologis

Remaja Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan

seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus

aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja. Lebih dari

200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan

aborsi dilakukan oleh tenaga ahlipun masih menyisakan dampak yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu.

Apalagi jika dilakukan oleh tenaga tidak profesional (unsafe abortion). Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan

dampak jangka pendek secara langsung berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak

jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas.Secara psikologis seks pra nikah

memberikan dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah

pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan terhadap masyarakat.


Bagaiamana Remaja Seharusnya Bersikap?

Hubungan seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab dan

memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan fisik dan psikososial manusia. Bahaya tindakan

aborsi, menyebarnya penyakit menular seksual, rusaknya institusi pernikahan, serta ketidakjelasan garis keturunan.

Kehidupan keluarga yang diwarnai nilai sekuleristik dan kebebasan hanya akan merusak tatanan keluarga dan

melahirkan generasi yang terjauh dari sendi-sendi agama.

Aktifitas seksual pada dasarnya adalah bagian dari naluri

yang pemenuhannya sangat dipengaruhi stimulus dari luar tubuh manusia dan alam berfikirnya. Meminimalkan hal-hal

yang merangsang, mengekang ledakan nafsu dan menguasainya. Masa remaja memang sangat memperhatikan

masalah seksual. Banyak remaja yang menyukai bacaan porno, melihat film-film porno. Semakin bertambah jika mereka

berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaran, tulisan, foto, sentuhan, dan lainnya. Hal ini akan

mendorong remaja terjebak dengan kegiatan seks yang haram. Perawatan organ reproduksi tidak identik dengan

pemanfaatan tanpa kendali. Sistem organ reproduksi dalam pertumbuhannya sebagaimana organ lainnya, memerlukan

masa tertentu yang berkesinambungan sehingga mencapai petumbuhan maksimal. Disinilah letak pentingnya

pendampingan orang tua dan pendidik untuk memberi pemahaman yang benar tentang pertumbuhan organ reproduksi.

Pemahaman remaja berkaitan dengan organ reproduksinya tentunya ditanamkan sesuai dengan kadar kemampuan

logika dan umur mereka. Dengan demikian remaja tidak akan cemas ketika menghadapi peristiwa haid pertama,

melewati masa premenstrual syndrome dengan aman, memahami hukum fiqh terkait dengan haid serta peristiwa lain

yang mengiringi masa pubertas remaja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar